PENGUASA KERA
Agustus 2016
Agustus 2016
Aku terbangun tengah malam karena kandung kemihku terasa penuh. Dengan rasa ngantuk kupaksakan bangun dari tempat tidurku menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Dari pada ngompol, fikirku. Setelah selesai buang air kecil, aku minum segelas air putih yang baru aku tuang dari galon. Kamar mandi di rumahku memang berada di dalam rumah, dekat dengan kamar tidurku. Dan di depan kamar tidurku ada galon yang selalu terisi dengan air, karena memang aku suka minum air putih. Menurut kepercayaanku, air putih sangat banyak manfaatnya. Air putih mampu mengencerkan darah tubuh kita. Bayangkan saja ketika darah yang mengalir di dalam pembuluh darah kita menjadi sangat pekat. Darah akan sulit mengalir dalam pembuluh darah, jantungpun butuh tenaga extra untuk memompa darah melalui pembuluh- pembuluh darah yang ukurannya sangat kecil. Air putih juga merupakan pelarut universal yang mampu melarutkan banyak zat di dalam tubuh, termasuk di antaranya beberapa jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Hanya dengan beberapa kali teguk saja, segelas penuh air putih dengan cepat sudah berpindah dari gelas menuju perutku. Aaah, segar sekali walau hanya air putih.
Setelah ku tuntaskan hajatku, aku pun masuk ke dalam kamar. Ku ambil handphone yang ku letakkan di atas lemari. Kulihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Salah satunya dari grup kera putih. Kami ada janji untuk kopdar hari jumat besok. Kopdar sendiri merupakan singkatan dari kopi darat, yang artinya adalah pertemuan/tatap muka secara langsung antar sesama pengguna sesuatu/ anggota grup yang sama, yang umumnya telah kenal sebelumnya melalui dunia maya. Kini, dengan segala kemudahan yang ditawarkan oleh sosial media maka jarak seolah tak berarti. Antar manusia bisa saling berkomunikasi dengan lancar walaupun berada di belahan dunia yang berbeda. Menemukan orang- orang dengan hobi yang sama pun sudah demikian mudahnya sehingga walaupun belum pernah bertemu di dunia nyata sekalipun, bisa saja hubungan terjalin dengan sangat akrabnya karena sudah sering berkomunikasi melalui media sosial. Itulah yang aku alami dengan grup kera putih, walaupun kami belum pernah bertatap muka secara langsung namun kami sudah membicarakan banyak hal, terutama yang berkaitan dengan masa depan grup ini.
Setelah sholat jumat, aku langsung meluncur ke tempat kami janjian untuk kopdar. Sebuah warkop yang bertuliskan cafe, dengan huruf free wifii bessar- besar. Ukuran cafe yang kecil –kurang lebih hanya berukuran 6 x 15 meter- menatidakan tidak banyak pengunjung yang sering mampir kesini walaupun hanya untuk sekedar nongkrong menghabiskan waktu. Cafe ini sederhana, namun terlihat apik dan bersih. Meja- meja kecil setinggi lutut orang dewasa ditata rapi memenuhi ruangan cafe yang lantainya beralaskan karpet warna hijau. Orang- orang biasanya menyebutnya dengan lesehan. Tak lupa tempat tisu dan asbakdiletakkan di masing- masing meja kecil tersebut untuk menampung abu rokok pengunjung. Ada juga beberapa lubang tempat colokan listrik. Mungkin disediakan oleh pemilik cafe jika ada pengunjung yang ingin wifian sambil mainan gadged. Ada juga tv layar lebar yang di apit oleh dua buah sound system berukuran jumbo dan dvd player. Sepertinya ini adalah home teater hand made rakitan si pemilik cafe sebagai fasilitas tambahan yang ditawarkan selain wifi untuk menarik pelanggan.
“Yaah sebuah cafe yang nyaman”, gumanku dalam hati.
“Yaah sebuah cafe yang nyaman”, gumanku dalam hati.
Setelah memarkirkan sepeda motor, akupun menghampiri seorang remaja laki- laki yang duduk di salah satu meja dekat dengan tv. Aku lihat wajahnya, sama dengan yang di foto profil aplikasi wa. Ya, aku mengenalnya karena dialah yang aku ajak untuk kopdar. Dia mengenalkan diri dengan nama Arif. Perawakannya kurus-jangkung, kira- kira kurang lebih 165 cm tingginya. Kulitnya coklat gelap cenderung hitam, mungkin karena sering perjalanan jauh antar kotamengendarai sepeda motor sehingga kulitnya gosong terbakar matahari. Di usianya yang baru menginjak 19 tahun sudah nampak guratan- guratan di dahinya, yang menatidakan kalau dia sering berfikir keras memecahkan berbagai permasalahan hidup. Hidup ini memang keras dan tiada ampun. Hidup merupakan arena berlatih untuk mengasah diri bagi mereka yang mau berfikir dan tidak ragu untuk berjuang. Ditempa dengan kerasnya kondisi serta pukulan dan himpitan keadaan yang seringkali menunjukkan interfal nyata. Perbedaan mencolok yang amat jauh antara impian dan kenyataan itulah yang akan memaksa dan mengasah kita menjadi setajam bilah katana. Namun sebaliknya, hidup ini bisa menjadi racun yang melenakan dan berakibat mematikan bagi mereka yang bermalas- malasan dan berlindung di bawah lengan orang lain. Kondisi yang jauh dengan orang tua itulah, yang kemudian menjadikan Arif sebagai seorang pemuda yang berpendirian kuat, berprinsip, dan sopan. Dia sigap dan tanggap menjawab pertanyaan apapun. Pantaslah jika di usia yang tergolong muda, dia sudah menjadi salah satu dari beberapapenguasa kera.
“monggo silahkan om, pengen minum apa?” ucapnya tanpa basa basi. Padahal ini pertemuan pertama kami.
“kopi pait aja mas, biar gak ngantuk”, jawabku sambil duduk.
Dalam sekilas melihat, pengunjung cafe itu memang hanya kami berdua.Cuaca siang itu panas, bahkan bisa di bilang menyengat.Bisa jadi suhu siang ini berata di kisaran 37 derajad celcius atau lebih, terlihat dari keringat yang terus mengucur dari pelipisku.Jalanan aspal nampak menguap menunjukkan bayang fatamorgana, seolah- olah ada lapisan air di atasnya.Rumah- rumah penduduk sekitar cafe nampak tertutup, baik pintu maupun jendela.Mungkin yang punya rumah sedang tidur siang di dalam menemani anak- anak mereka yang biasanya juga disuruh untuk main di dalam rumah.Memang anak kecil biasanya tidak tahan dengan cuaca panas. Biasanya jika anak kecil memaksa bermain di luar rumah dengan terik matahari yang sangat menyengat, mereka akan mudah sekali mimisan. Seandainya tidak ada janji sebelumnya, mungkin aku pun lebih memilih untuk ngadem di rumah. Mungkin inilah yang juga menjadi alasan, kenapa cafe ini sepi.
“Jadi, bagaimana mas? Apakah tawaran saya untuk bekerja sama diterima?” tanyaku langsung to the point
“Sebelumnya coba om ikut aku dulu” jawabnya singkat
“Oke siap mas, kemana?”
“Ini tes nya om, ikut saja dulu. Om pejamkan mata, lalu niatkan ikuti saya”
“Pejamkan mata? Wah pasti dia mau mengajakku untuk mendatangi suatu tempat di alam ghoib”, batinku.
Oke, akupun siap mengikuti instruksinya. Untuk mengikuti kemana dia pergi dan agar tidak kehilangan jejaknya, aku memakai teknik AP atau astral projection.Astral projection sendiri merupakan suatu teknik untuk melepas sebagian sukma dari manusia untuk melakukan suatu perjalanan.Perjalanan ini bisa terjadi di dunia nyata, maupun di alam lain/dunia ghoib. Bila AP dilakukan di dunia nyata maka akan melihat kejadian- kejadian yang sedang terjadi di tempat lain, bahkan tak jarang beberapa praktisi supranatural bertemu orang lain dengan menggunakan teknik ini. Namun bila AP ini dilakukan untuk menembus alam ghoib maka sang pelaku AP akan bertemu dengan makhluk ghoib sesuai dengan realm atau alam ghoib yang dia tuju.
Aku memejamkan mata dan membaca beberapa doa, bersiap untuk melepas sebagian sukma. Tak lama, tubuhku mulai terasamati rasa. Kulitku terasa tebal, seperti orang kena obat bius.Mulai dari leher, dada, tangan, perut, kemudian kedua kakiku terasa lemas.Setelah itu, tubuhku sudah tidak dapat dengan leluasa di gerakkan lagi.Rasanya, badanku sangat ringan dan semakin ringan.Kemudian perlahan serasa ada yang keluar dari tubuh, naik dan semakin naik tinggi ke atas.Ya seperti melayang, kemudian bergerak dengan cepat ke suatu tempat.
Setelah ku rasakan tubuhku diam tidak bergerak lagi, perlahan aku mulai mengamati lingkungan di sekitarku. Dingin, itulah yang kurasakan pertama kali. Seperti berada di dalam air, dan airnya terasa nyata lembut menyentuh kulit. Lingkungan sekitarku sangat gelap, seperti berada di malam hari tanpa adanya penerangan satu pun. Aku tak dapat melihat benda di sekitarku. Aku hanya bisa mengandalkan pendengaran dan sentuhan untuk mendeteksi kalau- kalau ada sesuatu yang membahayakan mendekat. Berada dalam kondisi yang berbahaya ini kemudian memaksaku untuk mengingat- ingat beberapa ilmu lama yang bisa mengeluarkan cahaya atau api, berharap dengan itu ada sedikit penerangan yang membantuku untuk mengamati lingkungan sekitar.
Setelah ku rasakan tubuhku diam tidak bergerak lagi, perlahan aku mulai mengamati lingkungan di sekitarku. Dingin, itulah yang kurasakan pertama kali. Seperti berada di dalam air, dan airnya terasa nyata lembut menyentuh kulit. Lingkungan sekitarku sangat gelap, seperti berada di malam hari tanpa adanya penerangan satu pun. Aku tak dapat melihat benda di sekitarku. Aku hanya bisa mengandalkan pendengaran dan sentuhan untuk mendeteksi kalau- kalau ada sesuatu yang membahayakan mendekat. Berada dalam kondisi yang berbahaya ini kemudian memaksaku untuk mengingat- ingat beberapa ilmu lama yang bisa mengeluarkan cahaya atau api, berharap dengan itu ada sedikit penerangan yang membantuku untuk mengamati lingkungan sekitar.
“Yah aku coba saja doa yang ini, siapa tau Tuhan membantuku memberikan cahayanya”, batinku
Aku membaca beberapa doa, dan beruntungnya aku setelah itu ada cahaya berwarna biru nampak bergerak- gerak di depanku, dan dengan cahaya itu aku bisa sedikit melihat sekitar.
“Yaah, ini ada di dalam air, sepertinya aku ada di dalam laut”, batinku. Semuanya tampak biru gelap, dingin, dan atmosfernya nampak bergerak- gerak. Ada beberapa rumput laut yang terlihat bergoyang- goyang terkena arus air.
“Yaah, ini pasti di dalam laut” aku memantabkan fikiranku.
Setelah aku yakin berada dimana, aku mulai berjalan perlahan menuju wilayah yang lebih terang. Kulihat jauh di depan ada suluet cahaya terang.
“Kesanalah tujuanku selanjutnya”, batinku
Aku berjalan perlahan. Tak jauh dari tempatku berjalan, aku melihat ada ular laut yang berenang santai sedang menuju ke arahku. Aku sempat kuatir, kalau- kalau ular laut itu menyerangku. Aku mulai menjaga jarak, dan agak cepat maju ke depan.Untungnya, ular itu tetap berenang santai tanpa merespon kehadiranku.
Aku terus berjalan dan berjalan, hingga akhirnya aku sampai di suatu ruangan yang luas.Dengan perlahan ku berjalan memasuki ruangan tersebut, kemudian aku diam di salah satu sudut ruangan.Dari tempatku berdiri, aku melihat ada kursi yang terbuat dari batu yang sangat besar dan bentuknya menyerupai kursi singgasana.Walaupun nampak sederhana, aku yakin itu bukan sembarang kursi yang bisa di duduki oleh sembarang mahluk.Tak lama kemudian, aku melihat ada ular berwarna putih terlihat merebahkan badannya di kursi tersebut. Aku penasaran dengan apa yang kulihat, aku ingin meyakinkan ular apakah itu.
Begitu aku mau melangkahkan kakiku ke depan, Arif menarik tanganku dan secepat kilat aku tersadar.
“aku tadi dibawa kemana mas? Aku melihat ular”, kemudian aku lanjutkan dengan menceritakan apa yang aku lihat dan alami disana.
“tadi kita main ke tempatnya blorong om” jawabnya santai
“tadi kita main ke tempatnya blorong om” jawabnya santai
“hah???blorong?”, aku seakan tidak percaya mendengar jawabannya, sekaligus tidak percaya kalau aku baru saja bermain ke alamnya salah satu legenda besar di jawa.
“masa sih mas?” aku masih belum percaya.
“iya om. Tadi lihat ular kan? kemungkinan itu prajuritnya blorong”
“wah- wah, untung aja aku bisa balik mas, tidak ketinggalan disana”, sentilku pada kejadian yang baru saja aku alami.
“hehe” dia hanya menjawab dengan tertawa ringan.
“hemmb, dasar cuman ketawa aja” batinku protes
“oke sekarang kembali ngomongin bisnis ya om. Intinya aku menerima tawaran om untuk kerjasama. Karena aku bersiap untuk OJT, maka nantinya grup kera putih ini om yang pegang, semuanya”, Arif panjang lebar menjelaskan.
Memang pada awalnya kami melakukan kopdar untuk membahas masalah bisnis, yaa urusan perdagangan. Arif sebagai pemilik lapak sekaligus pimpinan grup kera putih merasa membutuhkan rekan kerja untuk membantunya menjalankan grup kera putih. Dia khawatir akan kesulitan meng handle semuanya sendiri karena ia tengah bersiap menghadapi OJT atau on the job training atau magang kerja. Arif baru saja menamatkan studi nya di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya, dan bulan depan dia bersiap bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Memang Arif merupakan anak yang beruntung, baru lulus studi sudah langsung diterima bekerja
“lho kok semuanya? Aku belum bisa apa- apa lho mas. Nanti kalau ada kendala gimana?” aku merasa keberatan dengan tanggung jawab yang diberikan.
“gampang om, nanti aku bantu back up dari belakang. Lagian om itu sudah siap sebenernya, cuma kurang percaya diri aja”.
“eh beneran mas, saya bukannya merendah ini mas. Jujur memang belum siap menggantikan posisi mas Arif. Wah bagaimana nanti kalau ada apa- apa?? Kalau hanya sekedar bantu penjualan, oke lah saya siap mas”, aku membela diri
“oke kalau gitu om, sementara aku OJT, om yang jalankan dulu ya sebisa om. Nanti kalau ada apa- apa om bilang saja, aku bantu dari Jakarta”, Arif tetap berusaha meyakinkanku.
“sebenarnya apa sih mas yang membuat mas Arif yakin banget kalau aku mampu menggantikan posisimu di lapak dan grup kera putih?? Aku lo merasa masih sangat jauh mas dari mampu”, jawabku berusaha meyakinkannya.
“kalau memang mas Arif menyerahkan grup ini ke aku, tolong ajarin dulu ilmu- ilmu yang mas Arif punya supaya setidaknya tidak jauh- jauh banget jarak antara pengganti dan yang digantikan”, aku berusaha merampok ilmunya
“haha, aku tidak tau apalagi yang harus aku ajarkan om, karena om sudah punya semuanya. Kalau memang om butuh ilmu baru, silahkan bilang ingin ilmu apa nanti kalau aku bisa yaa aku ajarin”, jawabnya enteng
“masa sih mas aku sehebat itu? Aku kok merasa biasa saja yaa? tidak sehebat yang mas Arif bilang”, aku tetap berusaha ingin merampok ilmunya
“orang kalau belajar ilmu laduni yaa gitu om, memang tidak pernah merasa bisa. Tapi kalau dilihat orang lain, orang yang melihat merasa sudah anteb, sangat berbobot” jelasnya
“berbobot? Apa bukan karena bobotku yang mencapai 84 Kg mas?” jawabku sambil bercanda
“ha ha ha”, kami tertawa lepas, entah menertawakan apa
Yah, perbincangan yang asik, ringan tapi berbobot, santai tapi serius.
“om aku tanya ya, sudah belajar ilmu laduni sejak kapan?”
“sejak tahun 2005 mas, kenapa?”
“ya tidak papa sih om, tanya saja. Lalu dulu belajar buat apa? pasti punya tujuan kan?” tanya nya menyelidik
“wah, aku punya latar belakang yang panjang mas kalau tentang ilmu ini. Yakin mau mendengarkan ceritaku?” tanyaku
“iya om aku dengerin”
“oke deh, sebelumnya kita pesen minum lagi saja mas, haus nih”, usulku
Aku lalu memesan 2 gelas pop ice rasa melon untuk mengimbangi cuaca yang sangat panas siang itu. Sambil menunggu pesananku datang, akupun mulai bercerita.
Cerita ini memang sebuah kisah panjang yang terjadi antara tahun 2005 hingga 2011.Sebuah sejarah pahit yang ahirnya membuatku rela mengorbankan segala- galanya, bahkan organ tubuh terpentingku demi satu tujuan. Sebuah kisah yang sebenarnya enggan untuk ku ceritakan ulang kepada siapapun, karena aku sempat tersesat jauh dari kebenaran dan aku merasa malu bila orang lain mengetahuinya.Sebuah kisah yang sudah ku kunci rapat- rapat dalam loker ingatanku. Namun kini, hari ini, dengan beberapa pertimbangan akhirnya aku putuskan untuk membaginya dengan orang lain. Semoga dengan mendengarkan pendapat orang lain, sudut pandangku akan berubah. Dan yaa, memang semua akan berubah setelah aku menceritakannya pada Arif. Perubahan ekstrim yang akhirnya membawaku menjadi seorang penikmat perjalanan ghoib. Perubahan ekstrim yang akhirnya membawaku menjadi seorang penjelajah dunia lain.
Dan semua cerita itu berawal dari sini, dari suatu hari di tahun 2005. Dari saat aku masih mengenakan seragam putih abu- abu. Dari saat usiaku belum genap 17 tahun.Dari saat aku mengalami yang namanya cinta pertama, yang kemudian berakhir dengan sebuah tragedi yang menyebabkan semua kisah ini terjadi.
0 Komentar